Minggu, 30 November 2014

ETIKA BISNIS Perdagangan alat-alat elektronik

Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Penyidik di Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau, menjemput paksa “AP” tersangka kasus pengelapan pajak pada Hari Rabu, 18 Desember 2013 di Pekanbaru Riau. Selanjutnya, terhadap tersangka “AP” dilakukan penangkapan dan penahanan dengan bantuan Koordinator Pengawas (Korwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Polri.

Tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh “AP”, Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perdagangan alat-alat elektronik, adalah sangkaan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tetapi isinya tidak benar, yaitu dengan cara melaporkan omzet yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya untuk Tahun Pajak 2005 s.d. 2008. Atas perbuatannya tersebut, diperkirakan negara mengalami kerugian sebesar Rp 5 miliar.

Sebelumnya, tersangka “AP” tidak kooperatif terhadap pemanggilan Penyidik Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau dalam rangka melengkapi keterangan tambahan yang diperlukan oleh Jaksa Peneliti. Setelah dua kali tidak memenuhi panggilan Penyidik tanpa alasan, selanjutnya Penyidik berkoordinasi dengan Korwas PPNS Polri dalam rangka permohonan bantuan membawa dan menghadapkan tersangka “AP” kepada Penyidik Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau.
Keberhasilan ini menunjukkan kesungguhan Ditjen Pajak dalam rangka melaksanakan penegakan hukum di bidang perpajakan. Selain itu, terungkapnya kasus ini diharapkan juga mampu memberikan efek jera (detterent effect) kepada seluruh Wajib Pajak lainnya sehingga kepatuhan Wajib Pajak akan semakin meningkat

sumber :http://www.pajak.go.id/content/ditjen-pajak-jemput-paksa-tersangka-kasus-penggelapan-pajak-di-riau.
analisis :
Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan (wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Karena pajak adalah iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga tidak membutuhkan ‘kerelaan wajib pajak’. Yang dibutuhkan oleh negara adalah ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi negara adalah perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mengingat pajak adalah beban –yang akan mengurangi laba bersih perusahaan- maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari. Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Contoh kasus penggelapan pajak :
a.   Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar misalnya.
b.   Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif;
c.  Transaksi export fiktif,
d.  Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan
 

Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah –loophole- yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan optimal dan minimum (secara keseluruhan). Optimal disini diartikan sebagai, perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang ‘paling sedikit’ namun tetap dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku. Selain menghindari transaksi yang merupakan obyek pajak, langkah-langkah penghematan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain :
a.       Memilih Bentuk usaha yang memiliki tarif Pajak terendah
b.      Memaksimalkan biaya yang telah dikeluarkan agar dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan.
c.       Memilih berbagai alternatif transaksi yang memberikan efek beban pajak terendah.
d.      Memaksimalkan kredit pajak yang telah dibayar.
Selain wajib membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh, perusahaan juga memiliki kewajiban untuk memotong pajak yang terutang atas penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lainnya, baik kepada karyawan maupun kepada pihak ketiga. Atas pembayaran gaji dan tunjangan kepada karyawan perusahaan wajib memotong dan menyetor PPh 21 yang terutang. Pembahasan mengenai PPh 21 akan dilanjutkan pada kesempatan lain.
Sedangkan atas pembayaran kepada pihak ketiga, atas imbalan jasa/ kegiatan, perusahaan juga memiliki kewajiban memotong PPh 23 yang terutang dan menyetorkannya ke kas negara. Dalam kondisi yang ideal, PPh pasal 23 yang harus dipotong dari pembayaran kepada pihak ke-3, (vendor) tidaklah menjadi pengurang penghasilan (biaya) bagi perusahaan, karena perusahaan hanya mengurangi jumlah uang yang akan dibayarkan kepada vendor sebesar tarif PPh 23 yang berlaku dan menyetorkannya ke kas negara.
Sayangnya, dunia –apalagi dunia pajak- tidak selalu indah. Ada saat dimana perusahaan harus melakukan transaksi dengan vendor yang lebih superior dan tidak bersedia dipotong pajak atas fee yang akan diterimanya. Ada saat dimana perusahaan dalam posisi sangat membutuhkan jasa ‘pihak ketiga tersebut’ karena otoritas yang dimilikinya. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan lagi-lagi akan memperhitungkan alternatif mana yang harus dipilih agar pajak tidak semakin menjadi beban bagi perusahaan. Kadang perusahaan terpaksa memilih untuk melakukan gross up atas fee yang akan dibayarkan kepada vendor / pihak ketiga yang jasanya sangat dibutuhkan perusahaan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Adakalanya perusahaan memilih untuk menanggung pajak yang seharusnya menjadi beban pihak lain, meskipun beban pajak tersebut pada akhirnya menjadi komponen non deductable item.
Salah satu tujuan sebuah perusahaan didirikan adalah untuk tujuan ekonomi. salah satu tolok ukur keberhasilan sebuah perusahaan secara ekonomi adalah pencapaian laba bersih setelah pajak yang tinggi.  Laba bersih yang tinggi tentu diawali dengan pencapaian target penjualan yang tinggi, kemudian diikuti dengan pengeluaran biaya-biaya yang efisien, dan pembayaran pajak yang optimal, sehingga akan dicapai laba bersih setelah pajak yang maksimal. Ketika penjualan mencapai target, namun biaya yang dikeluarkan jauh lebih tinggi, maka secara ekonomi hal tsb hanya akan menjadi sebuah pencapaian yang “sia-sia”.  Demikian pula ketika laba bersih –secara komersial- sudah mencapai angka yang optimal, karena didukung dengan pencapaian target penjualan yang maksimal dan pengeluaran yang minimal, bisa jadi akan menjadi sia-sia ketika ternyata laba habis tergerus beban pajak yang tidak seharusnya. Misalnya karena banyaknya biaya yang merupakan kriteria non deductable expenses.
Pengemplang pajak biasanya disebut juga dengan korupsi, kejahatan pajak, mengemplang hutang yang ditanggung oleh rakyat. Terkait dengan masih tingginya tunggakan pajak yang dilakukan sejumlah wajib pajak di Indonesia dan penyalahgunaannya maka hal tersebut seharusnya segera dituntaskan karena dinilai merugikan perekonomian Negara. Diharapkan pemerintah segera menangani setiap pelanggaran pajak dan diberi sanksi pidana pajak yang tegas.
Hukum merupakan cermin yang memantulkan kepentingan masyaraat. Karena kepentingan masyarakat selalu berubah, maka secara operasional hukum juga dituntut untuk selalu mengubah dirinya. Dewasa ini, dunia hukum di Indonesia sedang dalam masa disintegrated. Disatu satu pihak, tatanan hukum lama yang berasal dari hukum kolonial dan hukum adat, bahkan hukum yang telah dibentuk setelah kemerdekaan banyak yang telah usang. Dan dilain pihak, tatanan alternatif dari hukum baru belum juga terbentuk. Bahkan platform yang jelas belumpun diketahui, ditambah dengan sector pengetahuan ekonomi yang semangatnya digenjot menggebu-gebu, tercipalah distorsi kedalam sektor bisnis dan ekonomi itu sendiri.
Dengan adanya isu dugaan penggelapan dana pajak yang cukup besar pada sebuah perusahaan publik, menjadi sebuah tanda bahwasanya walaupun perusahaan besar tetapi masih lemah dalam menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance terutama dalam hal menyampaikan berita yang akurat serta prinsip responsibility berupa kurang dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku.


Senin, 17 November 2014

Contoh Studi Kasus Pelanggaran Etika Bisnis

Segera Pihak Kepolisian Tangkap Penyebar Isu Rumah makan Jual Daging Mutilasi

BENGKALIS, PESISIRNEWS.com - Hermansyah pemilik rumah makan Takana Juo di Bengkalis terkejut adanya isu atau runmor di media sosial (bbm dan sms) mengatakan rumah makannya menjual daging mutilasi yang terjadi di Perawang (Kab Siak) beberapa minggu yang lalu dan menjadi pemberitaan Nasional.
Kerugian Rumah makan Takana Juo nampak ketika hari rabu 25/08 lalu pembeli baik yang makan di tempat atau pun membungkus turun drastis baik  yang berada di jalan Hasanuddin dan Di jalan Sudirman (samping BRI).
Di temui Pesisirnews.com Hermansyah mengatakan "Saya mendapat isu atau berita dari istri saya mendapatkan kiriman pesan dari media sosial (bbm) yang mengatakan rumah makan kami sudah di segel polisi karena menerima atau membeli daging hasil mutilasi di siak dan rumah makan kami ada cabang di daerah perawang,dan kami sekeluarga beserta karyawan rumah makan takana juo berada di kampung (padang) semua berita atau pun yang ada di media sosial tidak benar dan kami merasa di rugikan dan omset rumah makan kami turun, saya berharap pihak keamanan bisa mengusut siapa yang memberitakan atau menyebarkan isu tersebut' harap herman yang juga  menantu  H Rusli.
Lanjut Hermansyah "Kami sekali setahun tutup atau semua karyawan pulang kampung tahun ini kami tutup tanggal 13/08 lalu dan tgl 25/08 kami buka lagi dan Rumah makan Takana Juo hanya di bengkalis (Jl Sudirman dan Jl Hasanuddin Bengkalis) dan tidak ada cabang di daerah lain dan kami berada di bengkalis sejak tahun 1998 lalu.Jadi kami harapkan isu yang merugikan usaha rumah makan kami tidak berlansung lama dan pemerintah juga PHRI (perhimpunan hotel dan restoran indonesia) Kab Bengkalis bisa memberikan soialisasi ke masyarakat agar tidak termakan isu-isu bohong ini'kata hermansyah.

Jefry Tumangkeng, AMd Ketua PHRI Kab Bengkalis di temui kantor PHRI (Hotel Panorma ) mengatakai "Kami Mohon Pihak berwajib Segera mencari atau siapa yang menyebarkan isu atau berita bohong tersebut bahwa rumah makan Takana Juo menjual daging mutilasi tersebut, ini sangat merugikan anggota kami di PHRI karena rumah makan Takana Juo ini sangat di rugikan baik itu omsetnya berkurang dan juga nama baik rumah makan sudah tercemar di harapkan pemerintah daerah bisa juga memberikan informasi yang benar jangan percaya berita berita dari media sosial yang sumbernya tidak bisa di pertanggung jawabkan "tegas Jefry.(yee)

ANALISIS :
menurut saya ini merupakan tindakan yang tidak baik , karna ada pihak-pihak yang menyebarkan berita yang jelas-jelas menyerang rumah makan ini , dalam definisi etika bisnis dijelaskan dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. etika bermaksud membantu manusia bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggungjawabkan .

sebenarnya kita juga tidak bisa menyalahkan si penyebar isu ini jika ia dapat mempertanggung jawabkan isu ini dengan bukti-bukti atau fakta-fakta yang membenarkan isu ini tapi pada kasus ini terlihat hanya sekedar kabar angin yang tidak jelas dari mana asalnya dan tidak dapat di pegang sebagai kebenaran.

pada kasus ini juga terlihat suatu analisis tentang norma egoisme yaitu ada tindakan-tindakan pribadi yang ingin mengambil keuntungan dari kasus ini , mungkin saja dari pesaing rumah makan ini atau pihak-pihak yang tidak senang akan rumah makan ini .

Kasus ini juga merupakan pelajaran bagi pemilik rumah makan ini untuk lebih hati-hati karna masalah makanan sangat besar pengaruh sosialnya di masyarakat bahkan bisa menghancurkan usaha tersebut , oleh karna itu ada baiknya rumah makan ini juga dapat serifikat kesehatan dan izin usaha yang jelas agar memiliki badan hukum sebagai penguat usah tersebut agar tidak gampang terkena isi yang buruk.