Jumat, 23 November 2012

Masa Depan KOPERASI Indonesia

1.LATAR BELAKANG
     koperasi dalam hakikatnnya sebagai suatu organisasi bisnis yang para anggotanya/pemiliknya adalah apelanggan nya sendiri.koperasi sendiri terbentuk oleh keinginan anggota untuk bisa menunjang kegiatan ekonomi anggota tersebut.koperasi sebenarnya bukan lah berasal dari indonesia  karena organisasi seperti koperasi ini di perkenalkan di Inggris . pada waktu itu koperasi bertugas untuk menolong kaum buruh dan petani dalam menghadapi masalah-masalah ekonomi
     lembaga koperasi Indonesia sebenarnya bertujuan untuk bisa meningkatkan dan mensejahterakan masyarakat indonesia . di indonesia koperasi di harapkan menjadi t
onggak perekonomian negar juga sebagai penggerak perekonomian nasional . sebagai mana kita bisa memaknai kegunaan koperasi sebagai kekuatan perekonomian yang bisa menjadi tolak ukur untuk memulai bisnis dan perekonomian penunjang.
    
2.PEMBAHASAN
       koperasi selama ini dianggap sebagai organisasi yang kurang memuaskan ,tetapi anehnya koperasi selalu jadi pembicaraan yang seru di kalangan para pemerintah.saat ini sistem koperasi indonesia berada di posisi marjinal.
Dalam pembangunan ekonomi Indonesia, sesungguhnya koperasi mendapatkan peluang (opportunity) untuk tampil lebih eksis. Krisis ekonomi yang diawali dengan krisis nilai tukar dan kemudian membawa krisis hutang luar negeri, telah membuka mata semua pemerhati ekonomi bahwa "fundamental ekonomi" yang semula diyakini kokoh, ternyata berantakan. Pengusaha besar, konglomerat dan industri manufaktur yang diagung-agungkan telah membawa pertumbuhan ekonomi pesat pada rata-rata 7% per tahun, ternyata lumpuh seketika. Sebab, ternyata gelembung ekonomi itu ternyata ditopang oleh hutang luar negeri sebagai hasil praktik mark-up ekuitas, dan tidak karena variabel yang tumbuh dari dalam (endogenous).
Kendati mendapat peluang tersebut, ternyata dalam proses pemulihan ekonomi, koperasi tetap dalam posisi marjinal. Walaupun program-program "memberdayakan" koperasi, tetapi tetap saja koperasi tidak terlihat peranan yang signifikan dalam perekonomian. Yang berkembang hanyalah kuantitas koperasi, dan tidak terlihat perubahan signifikasn pada sisi kualitas; baik makro-ekonomi maupun mikro-ekonomi.

     
Dinamika Pemikiran Koperasi
"Cooperative means different things to different people". (koperasi memiliki arti berbeda bagi orang-orang yang berbeda).
Menurut Sritua Arief (1997), ada tiga pendapat yang hidup di kalangan masyarakat mengenai eksistensi badan usaha koperasi dalam sistem ekonomi Indonesia.

Pendapat pertama adalah yang mengutarakan perlunya mengkaji ulang apakah koperasi masih perlu dipertahankan keberadaannya dalam perekonomian Indonesia. Secara implisit pendapat ini menghendaki agar kita tidak perlu mempertahankan koperasi sebagai unit usaha ekonomi. Pendapat ini mewakili pemikiran yang membiarkan konsentrasi ekonomi di kalangan segelintir orang dan tidak menghendaki adanya pertanda pandangan populis dalam masyarakat, terutama ekonom liberal dan praktisi keuangan derivatif.

Pendapat kedua, adalah pendapat yang memandang bahwa badan usaha koperasi dipandang perlu dipertahankan sekedar untuk tidak dinilai menyeleweng dari UUD 1945. Pendapat inilah yang selama ini hidup hingga saat ini dalam pemikiran bawah sadar para birokrat pemerintahan.

Pendapat ketiga, adalah pendapat yang menganggap bahwa koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang harus dikembangkan menjadi unit usaha yang kukuh dalam rangka demokratisasi ekonomi. Pendapat ini mendasarkan pada semangat dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang ingin mengubah dialektika ekonomi, dari dialektika kolonial pada jaman penjajahan kepada dialektika hubungan ekonomi yang menjadikan rakyat sebagai kekuatan ekonomi. Pendapat ini masih dipertahankan oleh para pegiat sosial dan praktisi koperasi ideal, yang jumlahnya semakin sedikit.

Ketiga pendapat yang hidup itu, sedikit-banyak telah mempengaruhi arah perubahan dan permasalahan koperasi di Indonesia, baik secara makro (ekonomi politik), maupun secara mikro ekonomi. Dalam bagian ini, akan dibahas permasalahan-permasalahan dalam koperasi dan environment-nya, sebagai bangun usaha yang hidup di tengah sistem dan paradigma ekonomi Indonesia.

*Soekarno
Banyak diantara kaum nasionalis Indonesia yang berangan-angan: jempol sekali jikalau negeri kita bisa, seperti Jepang atau negeri Amerika Serikat atau negeri Inggeris! Kaum nasionalis yang demikian itu adalah kaum nasionalis burgerlijk, yaitu kaum nasionalis burjuis. Mereka adalah burgerlijk revolutionair dan tidak social revolutionair. Nasionalisme kita tidak boleh nasionalisme yang demikian itu. Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang mencari selamatnya perikemanusiaan. Nasionalisme kita haruslah lahir daripada menseijkheid. Nasionalisme kita, oleh karenanya, haruslah nasionalisme yang dengan perkataan baru kami sebutkan: Sosio-Nasionalisme dan demokrasi yang harus kita cita-citakan haruslah juga demokrasi yang kami sebutkan: Sosio-Demokrasi. Apakah sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi itu? Sosio-nasionalisme adalah dus: nasionalisme-masyarakat, dan sosio demokrasi adalah demokrasi masyarakat. Tetapi apakah nasionalisme-masyarakat dan demokrasi-masyarakat? Memang maksudnya sosio-nasionalisme ialah memperbaiki keadaan-keadaan di dalam masyarakat itu, sehingga keadaan yang kini pincang itu menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada kaum yang tertindas, tidak ada kaum yang cilaka, tidak ada kaum yang papa sengsara... Sosio-demokrasi tidak ingin mengabdi kepentingan sesuatu gundukan kecil sahaja, tetapi kepentingan masyarakat sosio-demokrasi ialah demokrasi-politik dan demokrasi ekonomi". (Soekarno, 1932).

*Mohammad Hatta
 Yang hendak kita persoalkan di sini ialah kedudukan soal usaha ekonomi dalam masyarakat kita. Kaum produsen sebagian yang terbesar terdiri dari bangsa kita. Kaum konsumen demikian pula. Akan tetapi kaum distributor terdiri daripada bansa asing. Dan inilah suatu pokok yang penting yang menjadi sebab kelemahan ekonomi rakyat kita... Kaum saudagar asing dengan segala bujangnya yang terdiri daripada bangsa kita sudah melakukan ‘Einschaltung’ ke dalam ekonomi kita. Sekarang usaha kita hendaklah mengerjakan ‘Ausschaltung’ merebut jalan perdangangan itu dari tangan bangsa asing.... Untuk mencapai maksud itu kaum industri tersebut mengadakan persatuan. Demikian pula seharusnya taktik ekonomi rakyat kita. Sebagai kaum produsen rakyat kita harus menggabungkan diri untuk menimbulkan koperasi produksi. Misalnya tiap-tiap desa atau kumpulan desa menjadi persatuan kooperasi produksi, bekerja bersama dan berusaha bersama. Kalau kaum tani Indonesia sudah bersatu dalam perekonomiannya, pendiriannya sudah kuat terhadap saudagar asing yang menjadi si pembeli... Ke arah inilah harus ditujukan ekonomi rakyat, kalau kita mau memperbaiki nasibnya. Usaha ini tidak mudah, menghendaki tenaga dan korban yang sepenuh-penuhnya dengan menyingkirkan segala cita-cita partikularisme. Dapatkah ia dicapai? Bagi kita tidak ada yang mustahil, asal ada kemauan. Susunlah kemauan itu lebih dahulu!" (Hatta: 1933).
Menyimak pernyataan Soekarno dan Hatta (yang kemudian keduanya menjadi Proklamator RI), tampak bahwa cita-cita membentuk negara Republik Indonesia, adalah untuk kemakmuran semua orang dengan bangun usaha yang diusahakan secara bersama, yaitu "koperasi". Karena itu, kemudian, dalam Penjelasan Pasal 33 UUD 1945 disebutkan, "Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi"

Koperasi dan Dualisme Sistem Ekonomi Indonesia
Membicarakan koperasi berarti harus melibatkan sistem ekonomi Indonesia. Sebab, melalui analisis sistem ekonomi, kita dapat mencari sebab-sebab sistematis mengapa perkoperasian Indonesia selama ini tidak atau sulit untuk berkembang. Founding fathers -sebagaimana telah dikutip pemikirannya di atas- menginginkan sistem ekonomi Indonesia bersifat sosialisme. Apa dan bagaimanakah sosialisme yang dicita-citakan founding fathers itu? Menurut Hatta (1963), sosialisme Indonesia timbul karena tiga faktor.
Pertama, sosialisme Indonesia timbul karena suruhan agama. Etik agama yang menghendaki persaudaraan dan tolong-menolong antara sesama manusia dalam pergaulan hidup, mendorong orang ke sosialisme. Kemudian, perasaan keadilan yang menggerakkan jiwa berontak terhadap kesengsaraan hidup dalam masyarakat, terhadap keadaan yang tidak sama dan perbedaan yang mencolok antara si kaya dan si miskin, menimbulkan konsepsi sosialisme dalam kalbu manusia. Jadi, sosialisme Indonesia muncul dari nilai-nilai agama, terlepas dari marxisme. Sosialisme memang tidak harus merupakan marxisme. Sosialisme disini tidak harus diartikan sebagai hasil hukum dialektika, tetapi sebagai tuntutan hati nurani, sebagai pergaulan hidup yang menjamin kemakmuran bagi segala orang, memberikan kesejahteraan yang merata, bebas dari segala tindasan.
Lebih lanjut tentang suruhan agama itu, Swasono (1981) mengutip Hatta mengatakan bahwa sosialisme Indonesia adalah perjumpaan cita-cita sosial-demokrasi Barat dengan sosialisme-religius (Islam) dimana marxisme sebagai pandangan hidup materialisme ditolak. Untuk menguatkan argumen Hatta tentang sosialisme-religius tersebut, perlu ditambahkan bahwa tidak hanya dalam Islam ditemukan sosialisme. Agama lain yang dianut sebagian bangsa Indonesia, Kristen misalnya, juga mencita-citakan terjadinya keseimbangan dalam masyarakat; antara yang mendapat lebih dan kurang. Menurut Nababan (1994), bahwa tidak mungkin dibiarkan pemerasan dan pemerkosaan terhadap orang-orang yang tak berdaya demi memperbesar modal dan kekayaan orang per orang atau suatu kelompok tertentu. Ini berarti dalam kehidupan sosial ekonomi kita harus mampu mengembangkan suatu sistem perekonomian ditengah-tengah bangsa agar bisa menjamin keseimbangan. Hal itu diutarakannya dengan mengutip ayat Alkitab, "Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit tidak kekurangan". Dengan tambahan argumen ini, jelaslah bahwa memang sosialisme itu tidak sama dengan marxisme. Sosialisme Indonesia didasari oleh sosialisme-religius sebagai suruhan dan etik agama.

Kedua, sosialisme Indonesia merupakan ekspresi daripada jiwa berontak bangsa Indonesia yang memperoleh perlakuan yang sangat tidak adil dari si penjajah. Karena itu dalam Pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Lebih lanjut Pembukaan UUD 1945 juga mengatakan, "...mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur".

Ketiga, para pemimpin Indonesia yang tidak dapat menerima marxisme sebagai pandangan yang berdasarkan materialisme, mencari sumber-sumber sosialisme dalam masyarakat sendiri. Bagi mereka, sosialisme adalah suatu tuntutan jiwa, kemauan hendak mendirikan suatu masyarakat yang adil dan makmur, bebas dari segala tindasan. Sosialisme dipahamkan sebagai tuntutan institusional, yang bersumber dalam lubuk hati yang murni, berdasarkan perikemanusiaan dan keadilan sosial.
Agama menambah penerangannya. Meskipun dalam ekonomi modern gejala individualisasi berjalan, tetapi hal itu tidak dapat melenyapkan sifat perkauman (kolektivan) di dalam adat (dan hukum adat) Indonesia. Ini adalah akar dalam pergaulan hidup Indonesia. Jadi, dasar ekonomi Indonesia adalah sosialisme yang berorientasi kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa (adanya etik dan moral agama, bukan materialisme); kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi manusia); persatuan (kekeluargaan, kebersamaan, nasionalisme dan patriotisme ekonomi); kerakyatan (mengutamakan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta keadilan sosial (persamaan, kemakmuran masyarakat yang utama, bukan kemakmuran orang-seorang).
Tetapi, setelah menempuh alam kemerdekaan, terlebih pada era Orde Baru, paradigma yang berkembang dan dijalankan tidaklah demikian. Paradigma yang dijalankan dengan "sungguh-sungguh" adalah apa yang disebut Mubyarto dengan istilah "kapitalistik-liberal-perkoncoan" (selanjutnya disebut KLP), atau dalam istilah Sri-Edi Swasono (1998a) disebut "rezim patronasi bisnis", yang sesungguhnya lebih jahat dari kapitalisme kuno yang dikritik oleh Marx dalam bukunya "Das Kapital". Sistem KLP tersebut menyebabkan tumbuh suburnya praktik kolusi, korupsi, kroniisme dan nepotisme (KKKN) dalam perekonomian Indonesia.
Mulanya, pembenaran untuk tidak menjalankan sosialisme itu adalah bahwa kita perlu bergerak maju dan tumbuh cepat, kemudian baru belakangan banting stir ke pemerataan. Alasannya, bila pemerataan dilakukan lebih dulu, maka yang dibagikan adalah kemiskinan. Dengan pembenaran itulah, maka pemerintahan Orde Baru menganut paradigma pertumbuhan yang mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Karena itu, sektor produksi digenjot dengan hutang luar negeri (lihat lampiran 1) sebagai tulang punggung dan pemusatan kekuatan ekonomi pada sekelompok orang (konglomerasi). Cerita selanjutnya, kita semua telah tahu, sistem KLP itu telah membawa kehancuran perekonomian Indonesia.
Dalam sistem hukum pun, masih banyak perangkat peraturan yang belum dijiwai semangat demokrasi ekonomi sebagaimana disebutkan pada Pasal 33 UUD 1945. Permasalahan sistem hukum yang mixed-up ini, telah mempengaruhi moral ekonomi dan motif ekonomi para pelaku ekonomi Indonesia, sehingga akhirnya justru memarjinalkan koperasi yang seharusnya menjiwai bangun perusahaan lainnya.
Jadi, permasalahan mendasar koperasi Indonesia terletak pada paradigma yang saling bertolak belakang antara apa yang dicita-citakan (Das Sollen) dan apa yang sesungguhnya terjadi (Das Sein). Selama paradigma ini tidak dibenahi, niscaya koperasi tidak akan dapat berkembang, ia hanya menjadi retorika.


Tidak banyak negara yang memiliki "Kementerian Koperasi" (dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM), dan Indonesia termasuk dalam sedikit negara tersebut. Tetapi, pertanyaan yang kembali diajukan adalah; mengapa koperasi di Indonesia malah tidak dapat berkembang, sementara koperasi di negara maju (yang tidak memiliki Kementerian tersendiri, misalnya di Inggris), malah berkembang lebih maju?
Hal demikian terjadi karena adanya kontradiksi akut dalam pemahaman koperasi. Secara substansial koperasi adalah gerakan rakyat untuk memberdayakan dirinya sehingga koperasi tumbuh dari bawah (bottom-up) sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Hal itu sangat kontradiktif dengan eksistensi Kementerian Koperasi dan UKM. Sebagai kementerian, tentu tidak dapat tumbuh dari bawah, ia adalah alat politik yang dibentuk oleh pemerintah. Jadi, Kementerian Koperasi dan UKM datang "dari atas" (top-down). Karena itu, dalam menjalankan kegiatan-kegiatannya, Kementerian ini tetap dalam kerangka berpikir top-down. Misalnya dalam pembentukan koperasi-koperasi unit desa (KUD) oleh pemerintah. Padahal, rakyat sendiri belum paham akan gunanya KUD bagi mereka, sehingga akhirnya KUD itu tidak berkembang dan hanya menjadi justifikasi politik dari pemerintah agar timbul kesan bahwa pemerintah telah peduli pada perekonomian rakyat, atau dalam hal ini khususnya koperasi.
Hal kontradiksi lainnya adalah pada usaha Kementerian ini untuk "membina" gerakan koperasi. Perlu dipertanyakan mengapa istilah "membina" tersebut sangat digemari oleh para pejabat pemerintahan. Sekali lagi, koperasi adalah gerakan rakyat yang tumbuh karena kesadaran kolektif untuk memperbaiki taraf hidupnya. Karena itu penggunaan kata (atau malah paradigma) "membina" sangatlah tidak tepat dan rancu. Koperasi tidak perlu "dibina", apalagi dengan fakta bahwa "pembinaan" pemerintah selama ini tidak efektif. Yang diperlukan koperasi adalah keleluasaan untuk berusaha; untuk akses memperoleh modal, pangsa pasar, dan input (bahan baku). Karena itu, penataan regulasi ekonomi sangat penting untuk dilakukan, agar koperasi tidak terikat bermacam-macam peraturan yang justru mempersempit ruang geraknya untuk bertumbuh. Mungkin kalaupun kata "membina" hendak dipakai, maka pembinaan yang perlu dilakukan adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, khususnya manajer koperasi, agar mampu mengelola koperasi dengan lebih efisien dan efektif. Untuk hal itu, akan dibahas pada bagian berikutnya.
Apakah saran-saran peranan pemerintah itu kontradiktif dengan kritik pada peranan Kementerian yang membidangi Koperasi pada bagian sebelumnya?
Kritik pada Kementerian yang membidangi Koperasi, justru karena Kementerian itu melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan dan tidak melakukan hal yang seharusnya dilakukan. Campur tangan pemerintah diberikan adalah pada aspek atau sisi dimana koperasi sulit untuk melakukan kegiatan usahanya. Peranan pemerintah dalam hal ini, tetaplah open choices (pilihan terbuka) bagi koperasi, bukan melahirkan "keharusan-keharusan" yang mengikat koperasi dengan bermacam regulasi yang kaku. Hakekat peranan pemerintah bukan top-down seperti yang terjadi sampai saat ini, tetapi menjadi pendampingan (side-guided) dengan tetap menghargai koperasi sebagai bottom-up movement (gerakan yang timbul dari bawah)


Perlukah Asosiasi (Koperasi)?
Seiring dengan era reformasi, timbul banyak pemikiran untuk membentuk asosiasi, perkumpulan atau konsorsium dari koperasi-koperasi di Indonesia. Apalagi ditambah kenyataan bahwa perkumpulan yang telah ada sebelumnya, tidak berjalan efektif. Ide itu sangat dapat dimengerti dan didukung.
Adanya “asosiasi” bagi koperasi dapat berguna untuk:
  • Dari sisi mikro-ekonomi, asosiasi dapat berguna untuk memperoleh pangsa pasar dan kekuatan pasar yang lebih besar. Kesulitan koperasi untuk melakukan penetrasi ke pasar, adalah karena adanya kekuatan pasar (market power) yang tidak seimbang antara koperasi dengan unit-unit usaha besar. Karena itu, muncul keinginan dari pelaku perkoperasian (baik primer, sekunder dan induk-induk koperasi) untuk membentuk semacam "asosiasi" guna memperoleh kekuatan pasar yang lebih besar menghadapi persaingan dengan usaha besar.
  • Asosiasi dapat mengintegrasikan koperasi-koperasi di Indonesia sehingga dapat menurunkan transaction cost (biaya transaksi) dan meningkatkan efisiensi dengan mencapai economies of scale (menurunnya biaya karena skala usaha yang jadi lebih besar).
  • Asosiasi dapat menghimpun informasi yang lebih sempurna, sehingga memperkecil kemungkinan konflik antara anggota koperasi dan kemudian mampu untuk menganalisis struktur pasar dengan lebih baik.
  • Asosiasi memperkecil tingkat risiko usaha, sehingga memungkinkan untuk memperoleh modal yang lebih besar, dibandingkan bila koperasi berusaha sendiri-sendiri.
Tetapi ada dua hal penting yang perlu diperhatikan berkenaan dengan hal tersebut:
  • Asosiasi atau perkumpulan koperasi harus dibentuk atas kesadaran kolektif yang datang dari koperasi sendiri. Jadi, bukan atas "anjuran" atau “kehendak” pemerintah ataupun industri-industri besar. Dengan demikian koperasi tetap menjadi elemen demokrasi ekonomi, dan dapat mandiri tanpa campur tangan pemerintah dan industri-industri besar. Dependensi perkumpulan koperasi, seperti yang terjadi selama ini, menjadi sebab kegagalan perkumpulan koperasi yang telah ada sebelumnya.
Asosiasi tersebut harus mampu menguatkan posisi tawar koperasi terhadap unit-unit ekonomi lainnya. Dengan demikian, asosiasi itu bukan membuat koperasi menjadi subordinat dari industri-industri besar. Asosiasi atau perkumpulan tersebut bukan dibentuk karena iming-iming perolehan modal atau penyertaan saham dari industri-industri besar. Bila hal itu terjadi, maka koperasi akan menjadi subordinat dari unit usaha besar, dan tidak akan berkembang menjadi besar.


KESIMPULAN
terkadang kita memikirkan untuk masa sekarang saja tapi kita harus mencoba untuk memikirkan untuk masa depan . mungkin sebagian kita ingin mempunyai usaha sendiri dan terkadang sulit untuk mendapatkan modal terkadang meminjam ke bank lebih mdi hadapkan dengan tinggi nya bunga yang harus di bayar . di sinilha fungsi koperasi  yang bisa membuat kita terasa tertolong yaitu ketika kita sebagai anggota kita bisa meminjam uang untuk bisnis kita sebagai modal awal yang terkadang bunga nya sangat kecil itu bisa meringan kan beban kita . dengan ini lah kita bisa menekan tinggkat pengangguran dan meningkatkan usaha kecil menengah .dan msa depan koperasi akan semakin lebih baik dan di pandang lebih baik sebagai salah satu solusi untuk perekonomian di INDONESIA dan akan meningkatkan pendapatan negara karna semakin banyaknya usaha-usaha yang di buat oleh anak bangsa .

DAFTAR PUSTAKA
http://www.kopindo.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=475:pemuda-koperasi-jawab-tantangan-2&catid=39:koperasi-pemuda&Itemid=107

Tidak ada komentar:

Posting Komentar